niela Hurnitha

Headline News :

Kamis, 19 September 2019

LKPD Materi Hukum Kekekalan Energi Mekanik pada Rooler Coaster


Print atau anda jadikan file PDF

Rabu, 18 September 2019

RPP Fluida Statis "Hukum Pascal"


Print atau anda jadikan file PDF

Lembar Kerja Peserta Didik Materi Hukum Pascal pada Lift Hidrolik





Evaluasi


Print atau anda jadikan file PDF

Senin, 16 September 2019

Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) Materi Hukum Pascal








Print atau anda jadikan file PDF

Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) Materi Tekanan Hidrostatis






Print atau anda jadikan file PDF

Minggu, 15 September 2019

Proses Terbentuknya Alam Semesta Menurut Perspektif Islam dan Teori



      A.    Latar Belakang
Alam semesta atau jagad raya didefinisikan sebagai ruang dan waktu dimana semua energi dan materi berpadu. Alam semesta, kadang disebut alam raya atau maya pada. Terjadinya alam semesta telah dipelajari oleh manusia sejak dahulu. Dari waktu ke waktu, sejalan dengan perkembangan akal pikiran manusia yang diikuti oleh kemajuan teknologi, pandangan terhadap alam semesta semakin luas.
            Terbentuknya alam semesta menjadi teka-teki yang menyibukkan bagi umat manusia. Sejauh perkembangan teori terbentuknya alam semesta, belum ada yang dapat membuktikan secara empirik kebenarannya. Hal ini dikarenakan manusia adalah hal nisbi bagi alam raya. Manusia adalah sesuatu yang sangat baru di alam raya.  Maka walaupun manusia dengan susah payah mencari-cari bagaimana terbentuknya alam semesta sering terhalang keterbatasan pandangannya. Keterbatasan pandangan ini sangat terikat dengan pengetahuan apriori yang dimiliki manusia. Hal ini menyebabkan bahwa pandangan tentang alam raya sulit diuji kebenarannya melalui pengalaman.
Kemajuan cara berpikir manusia membuat para ilmuwan merumuskan teori mengenai terbentuknya alam semesta. Bagaimana konsepsi para ilmuwan tentang penciptaan alam semesta? Konsepsi itu berubah-ubah sepanjang sejarah, bergantung pada tingkat kecanggihan alat-alat dan sarana observasinya, dan bergantung pada tingkat kemajuan fisika itu sendiri. Tidak hanya dalam pandangan pendapat para kosmologi saja akan tetapi di dalam Al-Qur’an sebenarnya telah tersirat ayat-ayat suci yang mengenai penciptaan alam semesta. Dari teori-teori para ahli mengenai lahirnya alam semesta disertai dalil-dalil naqli yang tersirat dalam Al-Qur’an dan Hadits dapat ditarik benang merah atau kesamaan diatas.

Kesamaan inilah secara tidak langsung membuktikan bahwa Al-Qur’an merupakan kitab suci seluruh zaman, menyingkap kejadian lalu, sekarang dan yang akan datang. Semua bukti ini memantapkan rasa ta’jub yang luar biasa kepada Sang Khalik Alam Semesta Allah Azza Wa Jalla.
Dalam makalah ini penulis membahas teori-teori tentang pembentukan alam semesta  ditinjau dari  pandangan barat juga pandangan Islam yaitu menurut Alquran.

       Pengertian  Alam Semesta
Menurut pengetahuan terkini dalam fisika modern, planet bumi mengelilingi matahari. Galaksi bintang-bintang tempat matahari berada merupakan satu dari jutaan galaksi yang tersebar pada sistem ruang dan waktu yang berkembang dari ledakan energi milyaran tahun lalu. Alam semesta atau jagat raya (Firman Suadi : 6) adalah suatu ruangan yang maha besar yang di dalamnya terdapat kehidupan yang biotik dan abiotik, serta di dalamnya terjadi segala peristiwa alam baik yang dapat diungkapkan manusia maupun yang tidak.[1] Pengertian alam semesta mencakup tentang mikrokosmos dan makrokosmos. Mikrokosmos adalah benda-benda yang mempunyai ukuran sangat kecil, misalnya atom, elektron, sel, amuba, dan sebagainya. Sedang makrokosmos adalah benda-benda yang mempunyai ukuran sangat besar, misalnya bintang, planet, dan galaksi.
Awal konsep alam semesta para ilmuwan menetapkan bumi sebagai pusatnya, yaitu dengan istilah geosentris yang Cladius Ptelemolus. Seiring majunya zaman, Nicolas Copernicus  menemukan teori baru yang menyatakan bahwa matahari adalah pusat alam semesta yang disebut teori heliosentris. Namun teori tersebut ternyata lebih tepat untuk tata surya.

       Proses Terbentuknya Alam Semesta Menurut Para Ahli Barat/Ilmu Sains
Ada tiga teori besar tentang terciptanya alam semesta, yaitu Teori Keadaan Tetap (Ready State Theory), Teori Dentuman Besar (Big Bang) dan Teori Osilasi. Berikut penjelasan yang akan kami uraikan mengenai ketiga teori tersebut.
1.      Teori Big Bang (Ledakan Maha Dasyat)

Big Bang atau dentuman/Ledakan besar merupakan teori yang dikemukakan oleh Edwin Hubble. Teori ini banyak diyakini para ilmuan sebagai awal dari terbentuknya alam semesta. Teori ini menjelaskan perkembangan dan bentuk awal dari alam semesta.
Berdasarkan teori Big Bang, alam semesta ini terbentuk dari ledakan maha dahsyat yang terjadi 13.700 juta tahun lalu. Ledakan tersebut berawal dari materi yang terbentuk kemudian terpadatkan menjadi setitik massa dengan suhu dan tekanan yang sangat tinggi, sehingga kemudian meledak. Ledakan maha dahsyat ini melontarkan materi dalam jumlah sangat besar ke segala penjuru alam semesta. Setelah mendingin dalam perjalanan waktu, serpihan materi-materi ini kemudian mengisi alam semesta dalam bentk bintang, planet, debu kosmis, asteroid/komet, energi, dan partikel lainnya. Di alam semesta ini dengan susunan yang rapi dan teratur pada orbitnya masing-masing.[2]

2.      Teori Osilasi
Teori ini menyatakan bahwa “ materi alam semesta bergerak saling menjauhi kemudian akan berhenti, lalu akan mengalami pemanpatan demikian seterusnya secara periodik”. Teori ini mengemukakan bahwa alam semesta sekarang sedang mengembang karena sebelumnya telah terjadi penyusutan. Dalam proses ini tidak ada materi yang rusak atau hilang ataupun tercipta, tetapi hanya mampat atau merenggang.
Teori osilasi memandang kejadian alam semesta  sama dengan teori keadaan tetap, yaitu bahwa alam semesta tidak berawal dan tidak akan berakhir. Bedanya dalam teori osilasi masih mengakui adanya dentuman besar dan pada suatu saat gravitasi akan menyedot kembali sehingga alam semesta akan mengempis (Collapse) yang pada akhirnya akan menggumpal kembali dalam kepadatan yang tinggi dengan temperatur yang tinggi dan akan terjadi dentuman besar kembali. Setelah Big Bang kedua terjadi, dimulai kembali ekspansi kedua dan suatu saat aan mengempis kembali dan meledak untuk seterusnya.[3]


3.      Teori Keadaan Tetap
 Tahun 1948, teori keadaan-tetap atau teori alam semesta tak terhingga disetuskan oleh Fred Hoyle, Thomas Gold dan Hermann Bondi sebagai alternatif dari teori ledakan besar (Big Bang). Teori ini tidak lebih dari perpanjangan paham materialistis abad ke-19 yang mengabaikan adanya sang Pencipta dan model semesta yang tanpa batas. Menurut model ini, ketika alam semesta mengembang, materi baru terus menerus muncul dengan sendirinya dalam jumlah tepat sehingga alam semesta berada dalam “keadaan stabil”.
Galaksi baru yang tercipta dari materi baru ini akan membuat jagat raya tampak sama sepanjang masa. Untuk mempertahankan kerapatan jagat raya konstan, laju penciptaan materi cukup kecil yakni satu atom hidrogen per sentimeter kubit setiap 1 miliyar tahun. Dengan kata lain alam semesta menurut teori ini adalah statis/tetap, tidak ada permulaan dan akhir. Walaupun mereka mengetahui bahwa alam semesta berekspansi, namun mereka menyatakan bahwa alam semesta akan tetap sama kelihatannya sampai kapanpun. Teori ini berdasarkan prinsip kosmologi sempurna yang menyatakan bahwa alam semesta dimanapun dan bagaimana pun akan selalu sama. Berdasarkan prinsip tersebut , alam semesta terjadi pada suatu saat tertentu yang telah lalu dan segala sesuatu di alam semesta selalu tetap sama walaupun galaksi-galaksi saling bergerak menjauhi satu sama lain.
Selain adanya teori terciptanya alam semesta, ada banyak teori mengenai terciptanya tata surya, bagian kecil dari alam semesta. Adapun beberapa teori tersebut:
a.       Teori Bintang Kembar
Menurut teori ini, dahulu matahari merupakan bintang kembar. Kemudian bintang kembarannya meledak menjadi kepingan-kepingan. Karena pengaruh gaya gravitasi bintang yang tidak meledak (matahari), maka kepingan-kepingan itu bergerak mengitari bintang tersebut dan menjadi planet-planet.
Adapun alasan dari pendapat ini adalah karena setelah penelitian terhadap tata surya lain ternyata ada tata surya yang memiliki bintang kembar, oleh karena itu Lyttleton, seorang astronom Inggris beranggapan bahwa tata surya kita terbentuk dari proses meledaknya bintang kembar. Teori ini mempunyai kelemahan karena berdasarkan analisis matematis yang dilakukan oleh para ahli menunjukan bahwa momentum anguler dalam sistem tatasurya yang ada sekarang ini tidak mugkin dihasilkan oleh peristiwa tabrakan dua buah bintang.
Beberapa sumber mengatakan penggagas teori bintang kembar adalah Fred Hoyle (1915-2001) yang mengemukakan pendapatnya pada tahun 1956. Namun, tidak sedikit pula sumber-sumber terpercaya yang mengatakan bahwa pencetus teori bintang kembar adalah Lyttleton,  seorang astronom Inggris. Dan Fred Hoyle juga menggagas teori lain tentang tata surya, yaitu teori kedaan tetap (steady-state) yang menganggap alam semesta ini tidak berawal dan tidak berakhir. Teori ini diagung-agungkan  para materialis  di abad ke-19,  termasuk Ludwig Freuerbach (1804-1872). Menurut pendapatnya,  hanya alamlah yang ada, manusia juga termasuk alam. Dia menganggap bahwa jiwa ada setelah materi, jadi psikis manusia merupakan salah satu gejala dari materi yang ada.

      b.      Teori Nebular

Immanuel Kant (1749-1827), seorang ahli filsafat berkebangsaan Jerman membuat suatu hipotesis tentang terbentuknya tata surya pada tahun 1755.  Menurut teori ini, jagad raya berasal dari gumpalan kabut yang berputar perlahan-lahan dan memadat karena adanya gaya tarik-menarik dan tolak-menolak, dari bagian-bagiannya terbentuklah pada pusatnya sebuah inti.  Bagian inti atau tengah kabut itu menjadi gumpalan gas yang kemudian membentuk matahari, dan bagian kabut di sekelilingnya menjadi planet, satelit dan benda-benda langit lainnya.
Seorang ahli astronomi dan ilmuan fisika dari Perancis, Pierre Simon de Laplace mengemukakan teori yang hampir serupa dengan teori Immanuel Kant pada tahun 1796. Menurut Laplace, tata surya berasal dari kabut panas yang terus berputar sehingga membentuk gumpalam kabut, yang pada akhirnya bentuknya menjadi bulat seperti bola. Akibatnya, bola tersebut memepat pada kutubnya, dan melebar pada bagian equatornya. Kemudian massa gas pada equatornya mejauhi gumpalan inti dan membentuk cincin-cincin yang melingkari inti tersebut. Dalam waktu yang lama, cincin-cincin tersebut berubah menjadi gumpalan padat yang kemudian membentuk planet-planet dengan satelitnya dan benda langit lainnya. Sedangkan inti kabut tetap berbentuk gas berpijar yang kemudian disebut sebagai matahari.
Persamaan kedua teori diatas terletak ada materi pembentuk tata surya, yaitu kabut (nebula), sehingga teori tersebut bisa disebut dengan teori kabut atau teori nebula. Teori kabut ini telah dipercaya orang selama kira-kira 100 tahun, tetapi sekarang telah banyak ditinggalkan karena tidak mampu memberikan jawaban-jawaban kepada banyak hal atau masalah di dalam tata surya dan juga karena munculnya banyak teori baru yang lebih memuaskan.

      c.       Teori Tidal Atau Teori Pasang Surut
Teori ini dipopulerkan oleh Sir James Jeans (1877-1946) dan Harold Jeffreys (1891) yang keduanya dari Inggris. Menurut teori ini, gaya tarik bintang yang besar pada permukaan matahari terjadi proses pasang surut seperti peristiwa pasang surutnya air laut di bumi akibat gaya tarik bulan. Sebagian massa matahari itu membentuk cerutu yang menjorok ke arah bintang itu mengakibatkan cerutu itu terputus-putus membentuk gumpalan gas di sekitar matahari dengan ukuran yang berbeda-beda, gumpalan itu membeku dan kemudian membentuk planet-planet.
Teori ini menjelaskan mengapa planet-planet di bagian tengah seperti Yupiter, Saturnus, Uranus dan Neptunus merupakan planet raksasa sedangkan di bagian ujungnya merupakan planet-planet kecil. Kelahiran kesembilan planet itu karena pecahan gas dari matahari yang berbentuk cerutu itu maka besarnya planet-planet iti berbeda-beda yang terdekat dan terjauh besar tetapi yang di tengah lebih besar lagi.


      Proses Terbentuknya Alam Semesta Menurut Perspektif Al-Qur’an

Allah menurunkan Al Quran kepada manusia empat belas abad yang lalu.Al Quran mencakup beberapa penjelasan ilmiah dalam tautan keagamaannya. Beberapa fakta yang baru dapat diungkap dengan teknologi abad ke-21 ternyata telah dinyatakan Allah dalam Al Quran empat belas abad yang lalu.
            Dalam Al Quran, terdapat banyak bukti yang memberikan informasi dasar mengenai beberapa hal seperti penciptaan alam semesta. Al-Qur’an juga menegaskan secara jelas bahwa alam semesta atau kosmos yang terdiri atas benda-benda langit, seperti bintang, planet, satelit, dan asteroid, pada mulanya menyatu membentuk asap atau kabut. Kemudian Allah SWT memisahkannya sejak miliyaran tahun silam menjadi benda-bend, sebagaimana yang terdapat di alam raya ini[4]. Kenyataan bahwa dalam Al Quran tersebut sesuai dengan temuan terbaru ilmu pengetahuan modern adalah hal penting,  karena keasesuaian ini menegaskan bahwa Al Quran adalah firman Allah”.
Al Qur’an surat Fussilat (41:11) yang artinya: ” Kemudian Dia menuju langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: ” Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa”. Keduanya menjawab: ”Kami datang dengan suka hati”. Kata asap dalam ayat tersebut menurut para ahli tafsir adalah merupakan kumpulan dari gas-gas dan partikel-partikel halus baik dalam bentuk padat maupun cair pada tempratur yang tinggi maupun rendah dalam suatu campuran yang lebih atau kurang stabil.
 Dalam Al Quran surat Al-Anbiya (21:30) disebutkan ”Dan apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu (sebingkah penuh), kemudian Kami pisahkan antara keduanya.Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?” . Matahari adalah benda angkasa yang menyala-nyala yang telah berputar keliling sumbuhnya sejak berjuta-juta tahun. Dalam proses perputarannya dengan kecepatan tinggi itu, maka terhamburkan bingkah-bingkahan yang akhirnya menjadi beberapa benda angkasa termasuk bumi. Masing-masing bingkah beredar menurut garis tengah lingkaran matahari, semangkin lama semangkin bertambah jauh, hingga masing-masingnya menempati garis edarnya yang sekarang. Dan seterusnya akan tetap beredar dengan teratur sampai batas waktu yang hanya diketahui oleh Allah S.W.T
            Kemudian Surat Adz Dzaariyaat (51:47) ” Dan langit, dengan kekuasaan Kami,Kami bangun dan Kami akan memuaikannya selebar-lebarnya”. Teori  Big Bang juga mengatakan adanya pemuaian alam semesta secara terus menerus dengan kecepatan maha dahsyat yang di umpamakan mengembangnya permukaan balon yang sedang ditiup ,yang mengisyaratkan bahwa galaksi akan hancur kembali. Isyarat ini sudah dijelaskan dalam surat Al-Anbiya (21:104) ”(Yaitu) pada hari Kami gulung langit sebagai menggulung lembaran - lembaran kertas. Sebagaimana Kami telah memulai panciptaan pertama begitulah Kami akan mengulanginya. Itulah suatu janji yang pasti Kami tepati; sesungguhnya Kamilah yang akan melaksanakannya”
Dalam surat Al-Sajda (32:4) yang artinya : ”Allah lah yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam masa...” . Uraian penciptaan langit dan bumi dan apa-apa yang ada antara keduanya, terdapat dalam  surat Fush-Shilat ayat 9,10 dan 12. yang perincian tafsirannya sebagai berikut: Tahapan pertama penciptaan bumi  2 rangkaian waktu, tahapan kedia penyempurnaan aparat bumi 2 rangkaian waktu, tahap ketiga penciptaan (angkasa raya) dan planet-planetnya 2 rangkaian waktu. Jadi terbentuknya alam raya ini terjadi dalam 6 rangkaian waktu atau 6 masa.
Dari sejumlah ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan enam masa, Surat An-Nazi’at ayat 27-33 di atas tampaknya dapat menjelaskan tahapan enam masa secara kronologis. Urutan masa tersebut sesuai dengan urutan ayatnya, sehingga kira-kira dapat diuraikan sebagai berikut:
      
      1.       Masa I (ayat 27): penciptaan langit pertama kali
Pada Masa I, alam semesta pertama kali terbentuk dari ledakan besar yang disebut ”big bang”, kira-kira 13.7 milyar tahun lalu. Bukti dari teori ini ialah gelombang mikrokosmik di angkasa dan juga dari meteorit.
Awan debu (dukhan) yang terbentuk dari ledakan tersebut terdiri dari hidrogen. Hidrogen adalah unsur pertama yang terbentuk ketika dukhan berkondensasi sambil berputar dan memadat. Ketika temperatur dukhan mencapai 20 juta derajat celcius, terbentuklah helium dari reaksi inti sebagian atom hidrogen. Sebagian hidrogen yang lain berubah menjadi energi berupa pancaran sinar infrared. Perubahan wujud hidrogen ini mengikuti persamaan E=mc2, besarnya energi yang dipancarkan sebanding dengan massa atom hidrogen yang berubah.
Selanjutnya, angin bintang menyembur dari kedua kutub dukhan, menyebar dan menghilangkan debu yang mengelilinginya. Sehingga, dukhan yang tersisa berupa piringan, yang kemudian membentuk galaksi. Bintang-bintang dan gas terbentuk dan mengisi bagian dalam galaksi, menghasilkan struktur filamen (lembaran) dan void (rongga). Jadi, alam semesta yang kita kenal sekarang bagaikan kapas, terdapat bagian yang kosong dan bagian yang terisi.

      2.      Masa II (ayat 28): pengembangan dan penyempurnaan
Dalam ayat 28 di atas terdapat kata ”meninggikan bangunan” dan ”menyempurnakan”. Kata ”meninggikan bangunan” dianalogikan dengan alam semesta yang mengembang, sehingga galaksi-galaksi saling menjauh dan langit terlihat makin tinggi.
Mengembangnya alam semesta sebenarnya adalah kelanjutan big bang. Jadi, pada dasarnya big bang bukanlah ledakan dalam ruang, melainkan proses pengembangan alam semesta. Dengan menggunakan perhitungan efek doppler sederhana, dapat diperkirakan berapa lama alam ini telah mengembang, yaitu sekitar 13.7 miliar tahun.
Sedangkan kata ”menyempurnakan”, menunjukkan bahwa alam ini tidak serta merta terbentuk, melainkan dalam proses yang terus berlangsung. Sebelum langit itu disempurnakan, keadaanyya masih primitif dan masih sempit atau belum meluas. Misalnya kelahiran dan kematian bintang yang terus terjadi. Alam semesta ini dapat terus mengembang, atau kemungkinan lainnya akan mengerut.

      3.      Masa III (ayat 29): pembentukan tata surya termasuk Bumi
Surat An-Nazi’ayat 29 menyebutkan bahwa Allah menjadikan malam yang gelap gulita dan siang yang terang benderang. Ayat tersebut dapat ditafsirkan sebagai penciptaan matahari sebagai sumber cahaya dan Bumi yang berotasi, sehingga terjadi siang dan malam. Pembentukan tata surya diperkirakan seperti pembentukan bintang yang relatif kecil, kira-kira sebesar orbit Neptunus. Prosesnya sama seperti pembentukan galaksi seperti di atas, hanya ukurannya lebih kecil.
Seperti halnya matahari, sumber panas dan semua unsur yang ada di Bumi berasal dari reaksi nuklir dalam inti besinya Lain halnya dengan Bulan. Bulan tidak mempunyai inti besi. Unsur kimianya pun mirip dengan kerak bumi. Berdasarkan fakta-fakta tersebut, disimpulkan bahwa Bulan adalah bagian Bumi yang terlontar ketika Bumi masih lunak. Lontaran ini terjadi karena Bumi bertumbukan dengan suatu benda angkasa yang berukuran sangat besar (sekitar 1/3 ukuran Bumi). Jadi, unsur-unsur di Bulan berasal dari Bumi, bukan akibat reaksi nuklir pada Bulan itu sendiri.

      4.      Masa IV (ayat 30): awal mula daratan di Bumi
Penghamparan yang disebutkan dalam ayat 30, dapat diartikan sebagai pembentukan superkontinen Pangaea di permukaan Bumi.
Masa III hingga Masa IV ini juga bersesuaian dengan Surat Fushshilat ayat 9 yang artinya, “Katakanlah: ‘Sesungguhnya patutkah kamu kafir kepada yang menciptakan bumi dalam dua masa dan kamu adakan sekutu-sekutu bagi-Nya?’ (Yang bersifat) demikian itu adalah Rabb semesta alam”.
Sedang dalam Surat Nuh ayat 9,  Dan Allah menjadikan bumi untukmu sebagai hamparan”.  Bumi dijadikan hamparan. Meskipun tidak licin, tetapi sudah memenuhi syarat-syarat untuk bekerja/berfungsi sebagaimana mestinya dan sudah memenuhi syarat hidup bagi makhluk biologis dan botanis.

      5.      Masa V (ayat 31): pengiriman air ke Bumi melalui komet
Dari ayat 31 di atas, dapat diartikan bahwa di Bumi belum terdapat air ketika mula-mula terbentuk. Jadi, ayat ini menunjukan evolusi Bumi dari tidak ada air menjadi ada air.
Air diperkirakan berasal dari komet yang menumbuk Bumi ketika atmosfer Bumi masih sangat tipis. Unsur hidrogen yang dibawa komet kemudian bereaksi dengan unsur-unsur di Bumi dan membentuk uap air. Uap air ini kemudian turun sebagai hujan yang pertama. Bukti bahwa air berasal dari komet, adalah rasio Deuterium dan Hidrogen pada air laut, yang sama dengan rasio pada komet. Deuterium adalah unsur Hidrogen yang massanya lebih berat daripada Hidrogen pada umumnya.
Karena semua kehidupan berasal dari air, maka setelah air terbentuk, kehidupan pertama berupa tumbuhan bersel satu pun mulai muncul di dalam air.

      6.      Masa VI (ayat 32-33): proses geologis serta lahirnya hewan dan manusia
Dalam ayat 32 di atas, disebutkan ”…gunung-gunung dipancangkan dengan teguh.” Artinya, gunung-gunung terbentuk setelah penciptaan daratan, pembentukan air dan munculnya tumbuhan pertama. Gunung-gunung terbentuk dari interaksi antar lempeng ketika superkontinen Pangaea mulai terpecah.
Kemudian, setelah gunung mulai terbentuk, terciptalah hewan dan akhirnya manusia sebagaimana disebutkan dalam ayat 33 di atas. Jadi, usia manusia relatif masih sangat muda dalam skala waktu geologi.
Jika diurutkan dari Masa III hingga Masa VI, maka empat masa tersebut dapat dikorelasikan dengan empat masa dalam Surat Fushshilat ayat 10 yang berbunyi, ”Dan dia menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang kokoh di atasnya. Dia memberkahinya dan Dia menentukan padanya kadar makanan-makanan (penghuni)nya dalam empat masa. (Penjelasan itu sebagai jawaban) bagi orang-orang yang bertanya”.


[1]  Firman Suadi. 2009. Alam Semesta yang Menakjubkan. Jakarta : Bee Media Indonesia. Hal.6
[2] Ibid, hal 8
[3] Ibid. Hal 10
[4] Djamaludin Dimjati. 2008. Menyingkap Kebenaran Al-Qur’an. Solo : Tiga Serangkai. Hal 23

Print atau anda jadikan file PDF


widgeo.net

My Inspiration of Niela

 
Share