A.
Latar Belakang
Alam semesta
atau jagad raya didefinisikan sebagai ruang dan waktu dimana
semua energi dan materi berpadu. Alam semesta, kadang disebut alam raya atau maya pada. Terjadinya alam semesta telah
dipelajari oleh manusia sejak dahulu. Dari waktu ke waktu, sejalan dengan
perkembangan akal pikiran manusia yang diikuti oleh kemajuan teknologi,
pandangan terhadap alam semesta semakin luas.
Terbentuknya alam semesta menjadi
teka-teki yang menyibukkan bagi umat manusia. Sejauh perkembangan teori
terbentuknya alam semesta, belum ada yang dapat membuktikan secara empirik
kebenarannya. Hal ini dikarenakan manusia adalah hal nisbi bagi alam raya.
Manusia adalah sesuatu yang sangat baru di alam raya. Maka walaupun manusia dengan susah payah mencari-cari
bagaimana terbentuknya
alam semesta sering terhalang keterbatasan pandangannya. Keterbatasan pandangan ini sangat
terikat dengan pengetahuan apriori yang dimiliki manusia. Hal ini
menyebabkan bahwa pandangan tentang alam raya sulit diuji kebenarannya melalui
pengalaman.
Kemajuan
cara berpikir manusia membuat para ilmuwan merumuskan teori mengenai
terbentuknya alam semesta. Bagaimana konsepsi para
ilmuwan tentang penciptaan alam semesta? Konsepsi itu berubah-ubah sepanjang
sejarah, bergantung pada tingkat kecanggihan alat-alat dan sarana
observasinya, dan bergantung pada tingkat kemajuan fisika itu sendiri.
Tidak hanya dalam pandangan pendapat para kosmologi saja akan tetapi di dalam
Al-Qur’an sebenarnya telah tersirat ayat-ayat suci yang mengenai penciptaan
alam semesta. Dari teori-teori para ahli mengenai lahirnya alam semesta
disertai dalil-dalil naqli yang tersirat dalam Al-Qur’an dan Hadits dapat
ditarik benang merah atau kesamaan diatas.
Kesamaan
inilah secara tidak langsung membuktikan bahwa Al-Qur’an merupakan kitab suci
seluruh zaman, menyingkap kejadian lalu, sekarang dan yang akan datang. Semua
bukti ini memantapkan rasa ta’jub yang luar biasa kepada Sang Khalik Alam
Semesta Allah Azza Wa Jalla.
Dalam makalah ini penulis
membahas teori-teori tentang
pembentukan alam semesta
ditinjau dari
pandangan barat
juga pandangan
Islam yaitu menurut Alquran.
Pengertian
Alam Semesta
Menurut pengetahuan terkini dalam fisika modern, planet bumi
mengelilingi matahari. Galaksi bintang-bintang tempat matahari berada merupakan
satu dari jutaan galaksi yang tersebar pada sistem ruang dan waktu yang
berkembang dari ledakan energi milyaran tahun lalu. Alam semesta atau jagat raya (Firman Suadi : 6) adalah suatu ruangan yang maha besar yang di dalamnya terdapat kehidupan
yang biotik dan abiotik, serta di dalamnya terjadi segala peristiwa alam baik
yang dapat diungkapkan manusia maupun yang tidak.[1]
Pengertian alam semesta mencakup tentang mikrokosmos dan makrokosmos. Mikrokosmos adalah benda-benda yang mempunyai
ukuran sangat kecil, misalnya atom, elektron, sel, amuba, dan sebagainya.
Sedang makrokosmos adalah benda-benda yang mempunyai ukuran sangat besar,
misalnya bintang, planet, dan galaksi.
Awal konsep alam semesta para ilmuwan menetapkan bumi sebagai
pusatnya, yaitu dengan istilah geosentris yang Cladius Ptelemolus. Seiring
majunya zaman, Nicolas Copernicus
menemukan teori baru yang menyatakan bahwa matahari adalah pusat alam
semesta yang disebut teori heliosentris. Namun teori tersebut ternyata lebih
tepat untuk tata surya.
Proses
Terbentuknya Alam Semesta Menurut Para Ahli Barat/Ilmu Sains
Ada tiga teori besar tentang terciptanya alam semesta, yaitu
Teori Keadaan Tetap (Ready State Theory), Teori Dentuman Besar (Big
Bang) dan Teori Osilasi. Berikut
penjelasan yang akan kami uraikan mengenai ketiga teori tersebut.
1. Teori Big Bang (Ledakan Maha Dasyat)
Big Bang atau
dentuman/Ledakan besar merupakan teori yang dikemukakan oleh Edwin Hubble.
Teori ini banyak diyakini para ilmuan sebagai awal dari terbentuknya alam
semesta. Teori ini menjelaskan perkembangan dan bentuk awal dari alam semesta.
Berdasarkan
teori Big Bang, alam semesta ini terbentuk dari ledakan maha dahsyat yang
terjadi 13.700 juta tahun lalu. Ledakan tersebut berawal dari materi yang
terbentuk kemudian terpadatkan menjadi setitik massa dengan suhu dan tekanan
yang sangat tinggi, sehingga kemudian meledak. Ledakan maha dahsyat ini
melontarkan materi dalam jumlah sangat besar ke segala penjuru alam semesta.
Setelah mendingin dalam perjalanan waktu, serpihan materi-materi ini kemudian
mengisi alam semesta dalam bentk bintang, planet, debu kosmis, asteroid/komet,
energi, dan partikel lainnya. Di alam semesta ini dengan susunan yang rapi dan
teratur pada orbitnya masing-masing.[2]
2. Teori Osilasi
Teori ini menyatakan
bahwa “ materi alam semesta bergerak saling menjauhi kemudian akan berhenti,
lalu akan mengalami pemanpatan demikian seterusnya secara periodik”. Teori ini
mengemukakan bahwa alam semesta sekarang sedang mengembang karena sebelumnya
telah terjadi penyusutan. Dalam proses ini tidak ada materi yang rusak atau
hilang ataupun tercipta, tetapi hanya mampat atau merenggang.
Teori osilasi
memandang kejadian alam semesta sama
dengan teori keadaan tetap, yaitu bahwa alam semesta tidak berawal dan tidak
akan berakhir. Bedanya dalam teori osilasi masih mengakui adanya dentuman besar
dan pada suatu saat gravitasi akan menyedot kembali sehingga alam semesta akan
mengempis (Collapse) yang pada akhirnya akan menggumpal kembali dalam kepadatan
yang tinggi dengan temperatur yang tinggi dan akan terjadi dentuman besar
kembali. Setelah Big Bang kedua terjadi, dimulai kembali ekspansi kedua dan
suatu saat aan mengempis kembali dan meledak untuk seterusnya.[3]
3. Teori Keadaan Tetap
Tahun 1948, teori
keadaan-tetap atau teori alam semesta tak terhingga disetuskan oleh Fred Hoyle,
Thomas Gold dan Hermann Bondi sebagai alternatif dari teori ledakan besar (Big
Bang). Teori ini tidak lebih dari perpanjangan paham materialistis abad ke-19 yang
mengabaikan adanya sang Pencipta dan model semesta yang tanpa batas. Menurut
model ini, ketika alam semesta mengembang, materi baru terus menerus muncul
dengan sendirinya dalam jumlah tepat sehingga alam semesta berada dalam
“keadaan stabil”.
Galaksi baru yang tercipta dari materi baru ini akan membuat jagat raya
tampak sama sepanjang masa. Untuk mempertahankan kerapatan jagat raya konstan,
laju penciptaan materi cukup kecil yakni satu atom hidrogen per sentimeter
kubit setiap 1 miliyar tahun. Dengan kata lain alam semesta menurut teori ini
adalah statis/tetap, tidak ada permulaan dan akhir. Walaupun mereka mengetahui
bahwa alam semesta berekspansi, namun mereka menyatakan bahwa alam semesta akan
tetap sama kelihatannya sampai kapanpun. Teori ini berdasarkan prinsip
kosmologi sempurna yang menyatakan bahwa alam semesta dimanapun dan bagaimana
pun akan selalu sama. Berdasarkan prinsip tersebut , alam semesta terjadi pada
suatu saat tertentu yang telah lalu dan segala sesuatu di alam semesta selalu
tetap sama walaupun galaksi-galaksi saling bergerak menjauhi satu sama lain.
Selain adanya teori terciptanya alam semesta,
ada banyak teori mengenai terciptanya tata surya, bagian kecil dari alam
semesta. Adapun beberapa teori tersebut:
a.
Teori Bintang Kembar
Menurut
teori ini, dahulu matahari merupakan bintang kembar. Kemudian bintang
kembarannya meledak menjadi kepingan-kepingan. Karena pengaruh gaya gravitasi
bintang yang tidak meledak (matahari), maka kepingan-kepingan itu bergerak
mengitari bintang tersebut dan menjadi planet-planet.
Adapun
alasan dari pendapat ini adalah karena setelah penelitian terhadap tata surya
lain ternyata ada tata surya yang memiliki bintang kembar, oleh karena itu
Lyttleton, seorang astronom Inggris beranggapan bahwa tata surya kita terbentuk
dari proses meledaknya bintang kembar. Teori ini mempunyai
kelemahan karena berdasarkan analisis matematis yang dilakukan oleh para ahli
menunjukan bahwa momentum anguler dalam sistem tatasurya yang ada sekarang ini
tidak mugkin dihasilkan oleh peristiwa tabrakan dua buah bintang.
Beberapa sumber mengatakan penggagas teori bintang kembar adalah Fred Hoyle
(1915-2001) yang mengemukakan pendapatnya pada tahun 1956. Namun, tidak sedikit
pula sumber-sumber terpercaya yang mengatakan bahwa pencetus teori bintang
kembar adalah Lyttleton, seorang
astronom Inggris. Dan Fred Hoyle juga menggagas teori lain tentang tata surya,
yaitu teori kedaan tetap (steady-state) yang menganggap alam semesta ini tidak
berawal dan tidak berakhir. Teori ini diagung-agungkan para
materialis di abad ke-19, termasuk Ludwig Freuerbach (1804-1872).
Menurut pendapatnya, hanya alamlah yang ada, manusia juga termasuk alam.
Dia menganggap bahwa jiwa ada setelah materi, jadi psikis manusia merupakan
salah satu gejala dari materi yang ada.
b.
Teori Nebular
Immanuel
Kant (1749-1827), seorang ahli filsafat berkebangsaan Jerman membuat suatu
hipotesis tentang terbentuknya tata surya pada tahun 1755. Menurut teori ini, jagad raya berasal dari
gumpalan kabut yang berputar perlahan-lahan dan memadat karena adanya gaya
tarik-menarik dan tolak-menolak, dari bagian-bagiannya terbentuklah pada
pusatnya sebuah inti. Bagian inti atau
tengah kabut itu menjadi gumpalan gas yang kemudian membentuk matahari, dan
bagian kabut di sekelilingnya menjadi planet, satelit dan benda-benda langit
lainnya.
Seorang
ahli astronomi dan ilmuan fisika dari Perancis, Pierre Simon de Laplace
mengemukakan teori yang hampir serupa dengan teori Immanuel Kant pada tahun
1796. Menurut Laplace, tata surya berasal dari kabut panas yang terus berputar
sehingga membentuk gumpalam kabut, yang pada akhirnya bentuknya menjadi bulat
seperti bola. Akibatnya, bola tersebut memepat pada kutubnya, dan melebar pada
bagian equatornya. Kemudian massa gas pada equatornya mejauhi gumpalan inti dan
membentuk cincin-cincin yang melingkari inti tersebut. Dalam waktu yang lama,
cincin-cincin tersebut berubah menjadi gumpalan padat yang kemudian membentuk
planet-planet dengan satelitnya dan benda langit lainnya. Sedangkan inti kabut
tetap berbentuk gas berpijar yang kemudian disebut sebagai matahari.
Persamaan
kedua teori diatas terletak ada materi pembentuk tata surya, yaitu kabut
(nebula), sehingga teori tersebut bisa disebut dengan teori kabut atau teori
nebula. Teori kabut ini telah dipercaya orang
selama kira-kira 100 tahun, tetapi sekarang telah banyak ditinggalkan karena
tidak mampu memberikan jawaban-jawaban kepada banyak hal atau masalah di dalam
tata surya dan juga karena munculnya banyak teori baru yang lebih memuaskan.
c.
Teori Tidal Atau Teori Pasang Surut
Teori ini dipopulerkan oleh Sir James Jeans
(1877-1946) dan Harold Jeffreys (1891) yang keduanya dari Inggris. Menurut
teori ini, gaya tarik bintang yang besar pada permukaan matahari terjadi proses
pasang surut seperti peristiwa pasang surutnya air laut di bumi akibat gaya
tarik bulan. Sebagian massa matahari itu
membentuk cerutu yang menjorok ke arah bintang itu mengakibatkan cerutu itu
terputus-putus membentuk gumpalan gas di sekitar matahari dengan ukuran yang
berbeda-beda, gumpalan itu membeku dan kemudian membentuk planet-planet.
Teori ini menjelaskan mengapa
planet-planet di bagian tengah seperti Yupiter, Saturnus, Uranus dan Neptunus
merupakan planet raksasa sedangkan di bagian ujungnya merupakan planet-planet
kecil. Kelahiran kesembilan planet itu karena pecahan gas dari matahari yang
berbentuk cerutu itu maka besarnya planet-planet iti berbeda-beda yang terdekat
dan terjauh besar tetapi yang di tengah lebih besar lagi.
Proses
Terbentuknya Alam Semesta Menurut Perspektif Al-Qur’an
Allah menurunkan Al Quran
kepada manusia empat belas abad yang lalu.Al Quran
mencakup beberapa penjelasan ilmiah dalam tautan keagamaannya. Beberapa fakta yang baru dapat diungkap dengan teknologi abad ke-21
ternyata telah dinyatakan Allah dalam Al Quran empat belas abad yang lalu.
Dalam Al Quran, terdapat banyak bukti yang memberikan
informasi dasar mengenai beberapa hal seperti penciptaan alam semesta. Al-Qur’an juga menegaskan secara jelas bahwa alam semesta atau kosmos
yang terdiri atas benda-benda langit, seperti bintang, planet, satelit, dan asteroid,
pada mulanya menyatu membentuk asap atau kabut. Kemudian Allah SWT
memisahkannya sejak miliyaran tahun silam menjadi benda-bend, sebagaimana yang
terdapat di alam raya ini[4]. Kenyataan bahwa dalam Al Quran tersebut sesuai dengan temuan terbaru ilmu
pengetahuan modern adalah hal penting,
karena keasesuaian ini menegaskan bahwa Al Quran adalah “firman Allah”.
Al Qur’an surat Fussilat
(41:11) yang artinya: ” Kemudian Dia menuju langit dan langit itu masih
merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: ” Datanglah kamu
keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa”. Keduanya
menjawab: ”Kami datang dengan suka hati”. Kata asap dalam ayat tersebut
menurut para ahli tafsir adalah merupakan kumpulan dari gas-gas dan
partikel-partikel halus baik dalam bentuk padat maupun cair pada tempratur yang
tinggi maupun rendah dalam suatu campuran yang lebih atau kurang stabil.
Dalam Al Quran surat Al-Anbiya (21:30)
disebutkan ”Dan apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit
dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu (sebingkah penuh), kemudian
Kami pisahkan antara keduanya.Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang
hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?” . Matahari adalah benda angkasa yang menyala-nyala yang telah berputar
keliling sumbuhnya sejak berjuta-juta tahun. Dalam proses perputarannya dengan
kecepatan tinggi itu, maka terhamburkan bingkah-bingkahan yang akhirnya menjadi beberapa benda angkasa termasuk bumi.
Masing-masing bingkah beredar menurut garis tengah lingkaran matahari,
semangkin lama semangkin bertambah jauh, hingga masing-masingnya menempati garis edarnya yang sekarang. Dan
seterusnya akan tetap beredar dengan teratur sampai batas waktu yang hanya
diketahui oleh Allah S.W.T
Kemudian Surat Adz Dzaariyaat (51:47) ” Dan langit,
dengan kekuasaan Kami,Kami bangun dan Kami akan memuaikannya selebar-lebarnya”. Teori Big Bang juga mengatakan
adanya pemuaian alam semesta secara terus menerus dengan kecepatan maha dahsyat
yang di umpamakan mengembangnya permukaan balon yang sedang ditiup ,yang
mengisyaratkan bahwa galaksi akan hancur kembali. Isyarat ini sudah dijelaskan
dalam surat Al-Anbiya (21:104) ”(Yaitu) pada hari Kami gulung langit sebagai
menggulung lembaran - lembaran kertas. Sebagaimana Kami telah memulai
panciptaan pertama begitulah Kami akan mengulanginya. Itulah suatu janji yang
pasti Kami tepati; sesungguhnya Kamilah yang akan melaksanakannya”
Dalam surat Al-Sajda
(32:4) yang artinya : ”Allah lah yang menciptakan langit dan bumi dan apa
yang ada di antara keduanya dalam enam masa...” . Uraian penciptaan langit
dan bumi dan apa-apa yang ada antara keduanya, terdapat dalam surat Fush-Shilat ayat 9,10 dan 12. yang
perincian tafsirannya sebagai berikut: Tahapan pertama penciptaan bumi 2 rangkaian waktu, tahapan kedia
penyempurnaan aparat bumi 2 rangkaian waktu, tahap ketiga penciptaan (angkasa
raya) dan planet-planetnya 2 rangkaian waktu. Jadi terbentuknya alam raya ini
terjadi dalam 6 rangkaian waktu atau 6 masa.
Dari sejumlah ayat
Al-Qur’an yang berkaitan dengan enam masa, Surat An-Nazi’at ayat 27-33 di atas
tampaknya dapat menjelaskan tahapan enam masa secara kronologis. Urutan masa
tersebut sesuai dengan urutan ayatnya, sehingga kira-kira dapat diuraikan
sebagai berikut:
1.
Masa I (ayat 27):
penciptaan langit pertama kali
Pada Masa I, alam semesta
pertama kali terbentuk dari ledakan besar yang disebut ”big bang”,
kira-kira 13.7 milyar tahun lalu. Bukti dari teori ini ialah gelombang
mikrokosmik di angkasa dan juga dari meteorit.
Awan debu (dukhan)
yang terbentuk dari ledakan tersebut terdiri dari hidrogen. Hidrogen adalah
unsur pertama yang terbentuk ketika dukhan berkondensasi sambil berputar
dan memadat. Ketika temperatur dukhan mencapai 20 juta derajat celcius,
terbentuklah helium dari reaksi inti sebagian atom hidrogen. Sebagian hidrogen
yang lain berubah menjadi energi berupa pancaran sinar infrared. Perubahan
wujud hidrogen ini mengikuti persamaan E=mc2, besarnya energi yang
dipancarkan sebanding dengan massa atom hidrogen yang berubah.
Selanjutnya, angin bintang menyembur dari kedua kutub dukhan,
menyebar dan menghilangkan debu yang mengelilinginya. Sehingga, dukhan
yang tersisa berupa piringan, yang kemudian membentuk galaksi. Bintang-bintang dan gas terbentuk dan mengisi bagian dalam galaksi,
menghasilkan struktur filamen (lembaran) dan void (rongga). Jadi,
alam semesta yang kita kenal sekarang bagaikan kapas, terdapat bagian yang
kosong dan bagian yang terisi.
2. Masa II (ayat 28): pengembangan dan penyempurnaan
Dalam ayat 28 di atas
terdapat kata ”meninggikan bangunan” dan ”menyempurnakan”. Kata ”meninggikan
bangunan” dianalogikan dengan alam semesta yang mengembang, sehingga
galaksi-galaksi saling menjauh dan langit terlihat makin tinggi.
Mengembangnya alam semesta
sebenarnya adalah kelanjutan big bang. Jadi, pada dasarnya big bang
bukanlah ledakan dalam ruang, melainkan proses pengembangan alam semesta.
Dengan menggunakan perhitungan efek doppler sederhana, dapat
diperkirakan berapa lama alam ini telah mengembang, yaitu sekitar 13.7 miliar
tahun.
Sedangkan kata
”menyempurnakan”, menunjukkan bahwa alam ini tidak serta merta terbentuk,
melainkan dalam proses yang terus berlangsung. Sebelum langit
itu disempurnakan, keadaanyya masih primitif dan masih sempit atau belum
meluas. Misalnya kelahiran dan kematian bintang yang terus
terjadi. Alam semesta ini dapat terus mengembang, atau kemungkinan lainnya akan
mengerut.
3.
Masa III (ayat 29): pembentukan tata surya termasuk Bumi
Surat An-Nazi’ayat 29
menyebutkan bahwa Allah menjadikan malam yang gelap gulita dan siang yang
terang benderang. Ayat tersebut dapat ditafsirkan sebagai penciptaan matahari
sebagai sumber cahaya dan Bumi yang berotasi, sehingga terjadi siang dan malam.
Pembentukan tata surya diperkirakan seperti pembentukan bintang yang relatif
kecil, kira-kira sebesar orbit Neptunus. Prosesnya sama seperti pembentukan
galaksi seperti di atas, hanya ukurannya lebih kecil.
Seperti halnya matahari,
sumber panas dan semua unsur yang ada di Bumi berasal dari reaksi nuklir dalam
inti besinya Lain halnya dengan Bulan. Bulan tidak mempunyai inti besi. Unsur
kimianya pun mirip dengan kerak bumi. Berdasarkan fakta-fakta tersebut,
disimpulkan bahwa Bulan adalah bagian Bumi yang terlontar ketika Bumi masih
lunak. Lontaran ini terjadi karena Bumi bertumbukan dengan suatu benda angkasa
yang berukuran sangat besar (sekitar 1/3 ukuran Bumi). Jadi, unsur-unsur di
Bulan berasal dari Bumi, bukan akibat reaksi nuklir pada Bulan itu sendiri.
4.
Masa IV (ayat 30): awal mula daratan di Bumi
Penghamparan yang
disebutkan dalam ayat 30, dapat diartikan sebagai pembentukan superkontinen
Pangaea di permukaan Bumi.
Masa III hingga Masa IV
ini juga bersesuaian dengan Surat Fushshilat ayat 9 yang artinya, “Katakanlah:
‘Sesungguhnya patutkah kamu kafir kepada yang menciptakan bumi dalam dua
masa dan kamu adakan sekutu-sekutu bagi-Nya?’ (Yang bersifat) demikian itu
adalah Rabb semesta alam”.
Sedang dalam Surat Nuh ayat 9, “Dan Allah menjadikan bumi untukmu sebagai
hamparan”. Bumi dijadikan hamparan. Meskipun
tidak licin, tetapi sudah memenuhi syarat-syarat untuk bekerja/berfungsi
sebagaimana mestinya dan sudah memenuhi syarat hidup bagi makhluk biologis dan
botanis.
5.
Masa V (ayat 31): pengiriman air ke Bumi melalui komet
Dari ayat 31 di atas,
dapat diartikan bahwa di Bumi belum terdapat air ketika mula-mula terbentuk.
Jadi, ayat ini menunjukan evolusi Bumi dari tidak ada air menjadi ada air.
Air diperkirakan berasal
dari komet yang menumbuk Bumi ketika atmosfer Bumi masih sangat tipis. Unsur
hidrogen yang dibawa komet kemudian bereaksi dengan unsur-unsur di Bumi dan
membentuk uap air. Uap air ini kemudian turun sebagai hujan yang pertama. Bukti
bahwa air berasal dari komet, adalah rasio Deuterium dan Hidrogen pada air
laut, yang sama dengan rasio pada komet. Deuterium adalah unsur Hidrogen yang
massanya lebih berat daripada Hidrogen pada umumnya.
Karena semua kehidupan
berasal dari air, maka setelah air terbentuk, kehidupan pertama berupa tumbuhan
bersel satu pun mulai muncul di dalam air.
6. Masa VI (ayat 32-33): proses geologis serta lahirnya hewan dan manusia
Dalam ayat 32 di atas,
disebutkan ”…gunung-gunung dipancangkan dengan teguh.” Artinya,
gunung-gunung terbentuk setelah penciptaan daratan, pembentukan air dan
munculnya tumbuhan pertama. Gunung-gunung terbentuk dari interaksi antar
lempeng ketika superkontinen Pangaea mulai terpecah.
Kemudian, setelah gunung
mulai terbentuk, terciptalah hewan dan akhirnya manusia sebagaimana disebutkan
dalam ayat 33 di atas. Jadi, usia manusia relatif masih sangat muda dalam skala
waktu geologi.
Jika diurutkan dari Masa
III hingga Masa VI, maka empat masa tersebut dapat dikorelasikan dengan empat
masa dalam Surat Fushshilat ayat 10 yang berbunyi, ”Dan dia menciptakan di
bumi itu gunung-gunung yang kokoh di atasnya. Dia memberkahinya dan Dia
menentukan padanya kadar makanan-makanan (penghuni)nya dalam empat masa. (Penjelasan itu sebagai
jawaban) bagi orang-orang yang bertanya”.